Syarat Bahagia

Syarat Bahagia

Syahdan, ada satu keluarga yang sedang dirudung malang. Salah satu anggota keluarga mereka, yakni anak laki-laki mbarep mereka, sedang mengalami sakit usus buntu yang sudah parah. Nanah sudah terlanjur pecah, dan akhirnya dioperasi dengan prosedur yang sangat khusus.

Operasi berlangsung lama, namun berhasil. Hanya saja kondisi si mbarep belumlah aman benar. Masih perlu diobservasi untuk mengetahui bahwa pencernaannya berfungsi baik pascaoperasi dilakukan.

Dan pertanda bahwa jeroannya si mbarep ini sudah mapan lagi pascaoperasi adalah mengandalkan hadirnya sesuatu yang dahsyat. Sesuatu yang kehadirannya di tengah khalayak dianggap aib. Sesuatu yang jika hadir di kerumunan, bisa membubarkan. Sesuatu yang jika hadir di ajang pesta, dapat menghilangkan nafsu makan.

Dan sesuatu itu adalah KENTUT.

Benar!! Kentutlah yang ditunggu-tunggu seluruh keluarga setelah berhasil melewati ketegangan drama operasi.

Sang bapak menunggu kehadiran kentut tersebut dengan berdoa penuh harap. Shalat Tahajud dijalani dengan khusyuk. Shalat yang selama ini tidak pernah dijalani, dan khusyuk yang selama ini tak pernah dirasakan, tiba-tiba bisa berkumpul dalam satu permintaan yang aneh. Permintaan hadirnya sebuah kentut.

Satuan “sebuah” mungkin kurang tepat. Namun, masih lebih pas daripada menggunakan satuan seberkas, atau sebutir, apalagi sedentum. Terlalu bombastic. 😂😂

Berbeda dengan sang ibu, dia menghabiskan waktu penantian menunggu hadirnya sang kentut dengan menyibukkan diri merawat dan memperhatikan anak mbarep-nya. Ditemani sanak famili yang juga turut menunggu dengan harap-harap cemas.

Dan akhirnya saat yang ditunggu pun tiba. Si mbarep berhasil kentut. Bahkan, agak brutal suaranya, sampai bikin kaget seluruh keluarga.

"Br******ttt...!!" 😷😁😁

Kalau itu kejadiannya di rumah dalam kondisi si mbarep sehat walafiyat, kentut sebrutal itu pasti sudah disambut dengan omelan, pisuhan, kemarahan, dan usiran.

Kali ini berbeda, hadirnya sang kentut disambut sujud syukur oleh si bapak dan juga tangis gembira sang ibu. Sang kakek yang baru menyulut udutnya dan baru sak sledupan dihirup, dengan rela hati mau membuang tegesan panjangnya yang biasa dieman-eman, agar bisa masuk ruang perawatan si cucu mbarep yang diwajibkan bebas asap rokok.

Semua anggota keluarga berbahagia dengan terpenuhinya syarat sederhana…. Hadirnya kentut.

-

Alangkah beruntungnya kita, jika senantiasa mampu dibahagiakan dengan sesuatu yang sepele. Dan alangkah susahnya jika kebahagiaan yang hendak kita capai disyarati dengan setumpuk persyaratan yang serba susah.

Ada yang mencanangkan kebahagiaan jika sudah punya mobil Ferrari atau Lamborghini atau mobil kinclong. Sementara mongtor udug-nya yang kriditan itu pun belum lunas.

Ada yang baru bisa bahagia jika sudah punya rumah magrong-magrong pinggir embong. Padahal kredit rumah kecilnya yang sepuluh tahun, cicilannya baru jalan setahun.

Walhasil, selama syarat kebahagiannya belum terpenuhi kehidupannya dihiasi dan akrab dengan kata “ngempet”.

Padahal, di saat menjalani ritual ngempet kronis itu, sekian banyak nikmat dari langit dan bumi dicurahkan Allah Subhanahu wa ta'alla. Namun, karena curahan nikmat itu tak memenuhi persyaratan kebahagiaan yang dicanangkan, maka luput tersyukuri.

Nikmat bisa ngowoh tanpa gangguan napas tak tersyukuri, walaupun hadir tiap hari. Padahal, Kang Panjul tetangganya yang kena tumor tyroid, harus dioperasi lehernya untuk dibuat lubang agar bisa lancar bernapas dan makan minum dari lubang di lehernya.

Nikmat dapat nguyuh lancar juga tak teramati, di kala Haji Ngabidun teman akrabnya yang kaya harus dijejeli selang di kemaluannya lantaran terganjal prostat di saluran kemihnya.

Itu semua dikarenakan terlalu fokus pada syarat kebahagiaan yang belum terwujud.

Momen-momen kebahagiaan itu sebenarnya selalu hadir setiap hari jika kita jeli. Kadangkala Allah mengingatkan betapa momen itu penting dan membahagiakan dengan cara mencabut momen itu sementara, untuk menyegarkan ingatan jikalau momen itu penting dan membahagiakan.

Ketika nikmat makan lupa tersyukuri, Allah bisa jadi ingatkan dengan sakit gigi plus sariawan yang datang kencan dan kompak mendera mulut.

Ketika nikmat gaji mepet lupa tersyukuri bahkan sering terpisuhi, Allah bisa jadi cabut gaji mepetnya dan menghadirkan gaji minus agar orang ingat bahwa meskipun mepet ternyata mencukupi.

Bagi yang masih menunda bahagia karena mensyarati dengan syarat yang sulit, mulai sekarang amatilah nikmat Allah yang sudah kita terima. Di sana terhampar jutaan alasan dan dapat kita jadikan syarat kebahagiaan harian kita. Sehingga, tak perlu menunggu sekian tahun lagi baru bahagia.

Permudahlah jalan kebahagiaan sampeyan. Bahagialah sekarang.

[Diambil dari buku, “MUSLIM KLAKSON”]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Tahlilan

Sejarah Tahlilan di Nusantara